Kamis, 17 Maret 2011

Menyentuh, Anak-Anak dan Balita Indonesia Yang Menjadi Macam-macam Pecandu

Anak Kecanduan, Orangtua Melanggar Hak Anak?

Ketika orang dewasa merokok atau bicara kasar di depan anak, telah terjadi kekerasan terhadap anak. Menurut Kak Seto, tindakan tersebut telah melanggar hak anak. Karena seharusnya anak mendapat lingkungan positif yang membantunya mengembangkan diri. Misalnya, dengan memberikan anak ruang untuk menggali kreativitasnya.

Perlu keterlibatan keluarga dan masyarakat dalam membangun lingkungan yang baik untuk anak. Perlu dibangun persepsi positif tentang anak. Setidaknya dengan tidak memberikan label anak nakal.

"Tidak ada anak nakal di dunia. Anak itu kreatif dan penuh rasa ingin tahu. Anak sedang dalam prosesnya belajar melalui lingkungan dan contoh. Apabila anak merokok, dan mendapat dukungan, misalkan dengan memujinya saat bisa mengeluarkan asap berbentuk cincin, maka perilakunya akan terus meningkat," tegas Kak Seto.

Padahal, anak berhak mendapat perlindungan, termasuk dari asap rokok. Sebaiknya orangtua atau orang dewasa tidak merokok di depan anak. Karena, bila anak masih dalam tahap belajar, ia belum bisa menilai apakah perilaku yang dilihatnya baik atau buruk. Ada perilaku yang sebenarnya boleh dipilih untuk dilakukan atau tidak. Namun dengan keterbatasan pengetahuannya, perilaku buruk tetap ditiru. Padahal, anak tak sepenuhnya menyadari dampak buruknya.

Inilah Kisah Anak-Anak yang Kecanduan Rokok, Ngelem dan Besin


Merokok 40 Batang per Hari
 



Ardi Suganda, bocah dua tahun yang sudah menjadi perokok aktif sejak usia 18 bulan benar-benar menyedot perhatian dunia. Bagaimana tidak, balita yang merokok sebanyak 40 batang rokok per hari ini menjadi pemberitaan sebuah harian ternama Inggris, The Sun.

Seperti yang diberitakan oleh Sriwijaya Post (Kelompok Koran Daerah Tribunnews.com Kompas Gramedia), Ardi telah menjelma menjadi bocah perokok berat. Diana, ibunda Ardi mengatakan, ia akan mengamuk bila keinginan merokoknya tak dituruti saat bermain. Bahkan, Ardi akan membenturkan kepalanya ke tembok bila tak diberi rokok.

Kebiasaan Ardi merokok membuat keluarganya keteteran. Ardi hanya mau satu merek rokok saja. Orangtua Ardi sedikitnya harus merogoh kocek sebanyak Rp 50 ribu per hari demi kebutuhan rokok Ardi.

Meski begitu, kondisi kesehatan Ardi tampak terpengaruh dengan kebiasaannya itu. Ia tampak gemuk untuk anak seusianya.

Anak Kecanduan Lem Kastol
 
Penyalagunaan obat terlarang semakin ekonomis dan mudah saja. Tidak perlu lagi membeli mahal-mahal untuk satu paket narkotika, sabu-sabu, putaw, dan sejenisnya, tapi ini lebih murah.
Cukup keluarkan uang Rp 1.000-an untuk membeli sekotak lem jenis kastol, sudah bisa teler. Ironisnya, candu model baru itu banyak dilakukan atau dikonsumsi oleh pelajar. Bahkan banyak pecandu kelas kakap beralih mengisap lem kastol karena lebih mudah diperoleh dan ekonomis. Belum lama ini disebutkan, dua siswa salah satu SMP negeri favorit di Parepare dikeluarkan dari sekolah, karena terbukti menjadi pecandu lem kastol. Seorang pelajar SMP di Parepare mengaku, sudah hampir setahun dia tidak lagi mengomsumsi zat adiktif jenis sabu-sabu. Dia mulai mengomsumsi lem kastol sejak duduk di bangku SMP kelas satu.
Awalnya, dia diajak oleh seorang rekannya untuk sekadar coba-coba, namun nahasnya dia ketagihan dan itu berlangsung hingga hampir dua tahun lebih. Bahkan, dia juga sempat mengomsumsi obat-obatan yang berdosis rendah, tapi sekali minum bisa hingga 30-40 butir. "Memang obat semacam itu bisa membuat seseorang merasa seperti terbang. Tapi itu hanya sementara saja. Kita tidak pernah tahu, apakah efek yang ditimbulkan dari yang kita komsumsi itu berbahaya atau tidak? Berbahaya sekali. Saya saja, baru bisa berhenti setelah saya jatuh sakit akibat mengkomsumsi barang haram itu," kata siswa tersebut. 
Kepala SMPN 10 Parepare Tri Astoto SPd MPd secara terpisah mengaku sudah mendapat laporan soal fenomena praktik menyimpang baru di kalangan pelajar. Langkah antisipasi dan penanganan sudah disiapkan pihaknya jika saja ada siswa SMPN 10 terlibat. "Kami gunakan sistem pendekatan. Guru BK atau BP kita libatkan untuk mendekati anak-anak yang kecanduan itu. Bimbingan dan konseling memang perlu untuk anak-anak yang terlibat masalah seperti itu. Kenali dulu masalahnya, baru cari obatnya," ujar Tri Astoto. Pengawas SMP Dinas Pendidikan Parepare, Sudirman S SPd MPd, kemarin juga mengatakan, saat ini peredaran obat-obatan terlarang dan jenis zat adiktif memang sudah meluas hingga di kalangan siswa. Dia pun sempat melihat barang bukti berupa lem kastol yang dibawa oleh siswa salah satu SMP yang baru-baru ini dikembalikan kepada orang tuanya.
Hal inilah yang perlu diperhatikan oleh stakeholder pendidikan, dengan menjalin sinergitas untuk menghentikan peredaran barang terlarang itu di sekolah-sekolah. Salah satunya dengan melakukan razia maksimal dua kali seminggu dan memberikan sosialisasi kepada siswa tentang bahaya narkotika dan zat adiktif lainnya.
"Biasanya, siswa yang mengomsumsi seperti itu mendapatkan pengaruh dari luar untuk sekadar mencoba-coba tanpa diketahui oleh siswa dampak negatif dari yang mereka komsumsi," ingatnya. 
Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) Dinas Pendidikan Parepare, Eko W Ariyadi S, yang dihubungi via telepon mengatakan, untuk menangani peredaran obat-obatan terlarang yang saat ini semakin meluas di kalangan pelajar adalah dengan menggencarkan sosialisasi. "Itu bisa melalui kerja sama dengan pihak sekolah dan kepolisian," katanya.
Menurut dia, sistem yang berlaku di sekolah-sekolah untuk pembinaan terhadap siswa yang bermasalah adalah dikoordinir langsung oleh guru bimbingan konseling (BK). Prosesnya pun bertahap. Jika pada pembinaan pertama dan kedua yang dilakukan kepada siswa tidak berhasil, maka pada pembinaan ketiga siswa bisa saja dikembalikan ke orang tuanya untuk dibina secara langsung.

Sehari tak Hirup Bensin, Bocah 'Sakau'

Layaknya orang dewasa yang kecanduan narkoba, Muhammad Arif Irfansyah (4) juga merasakan mabuk atau 'sakau' serupa usai menghisap aroma bensin.
Putra pasangan Dede Setiawan (41) dan Lustiawati (34) warga Kampung Warungjambe RT 05/15, Kelurahan Solokpandan, Kecamatan/Kabupaten Cianjur ini, langsung sempoyongan dengan mata merem-melek.
Pemandangan itu menjadi hal biasa bagi keluarga Dede. Bahkan bagi tetangga terdekat keluarga ini, tingkah Arif menjadi tontonan tersendiri hingga menimbulkan gelak tawa.

Dengan kepolosannya, Arif begitu menikmati aroma bensin yang diisapnya. Saat ayahnya, Dede menakarkan bensin ke dalam ember kecil, selanjutnya dituangkan ke dalam jeriken bekas pelumas untuk dijual. Seperti orang ‘sakau’, Arif langsung menghampiri jeriken dan menghisap aroma bensin yang ada di dalamnya.

"Yang cukup pusing bagi kami, saat bensin sedang kosong. Ia seperti orang sakau, bahkan dikasih makan juga engga mau," kata Dede kepada INILAH.COM, Kamis (10/02/2011).

Saat Arif sedang ‘sakau’, Dede mau tidak mau harus segera membeli bensin. Sebab ia khawatir anak bungsunya itu ngambek. "Selain untuk jualan, saya pasti memisahkan bensin buat Arif," ujarnya.

Kebiasaan aneh ini dilakukan Arif sejak berusia 2 tahun. Jika sekali saja tidak mengisap aroma bensin itu, tubuh Arif lemas. Sejak itu, hampir setiap hari Arif tidak pernah lepas dari jeriken bensin. Bahkan saat berada di peraduan, jeriken bensin tidak pernah lepas dari genggaman tangan Arif.

Kebiasaan Arif ini kerap menjadi tontonan tetangganya. Bahkan jika bensin yang dijual orang tuanya habis, Arif mendatangi tetangga sebelahnya hanya sekadar untuk mengisap aroma bensin.

Anehnya, tidak ada keluhan apapun yang dirasakan Arif setelah dua tahun mengisap aroma bensin. Keterbatasan dana menyebabkan Dede dan Lustiawati belum pernah sekalipun memeriksakan kesehatan putranya itu ke dokter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar